Jumat, 22 November 2024 01:57 WIB

Daerah

Bukan Prestasi, Samarinda Tempati Posisi Pertama Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak Tertinggi

Redaktur: M. Yusuf
| 879 views

Ilustrasi kasus kekerasan terhadap perempuan. (istimewa)

Samarinda, Afiliasi.net - Kota Samarinda masih menempati posisi pertama dengan angka kekerasan perempuan dan anak tertinggi di Kalimantan Timur (Kaltim).

Bahkan, menurut data dari Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim, terhitung hingga 1 Desember 2021 ada sebanyak 173 kasus kekerasan yang dilaporkan terjadi di Samarinda.

Hal ini belum seberapa jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, yakni dengan jumlah 305 kasus pada tahun 2019, di tahun 2020 menjadi 286 kasus dan di tahun 2021 sebanyak 173 kasus.

Meski terus mengalami penurunan di tiap tahunnya, Samarinda tetap mendapati kasus kekerasan tertinggi se-Kalimantan Timur, dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya.

Disusul oleh Kota Bontang di peringkat kedua, dengan jumlah kasus kekerasan sebanyak 66 kasus, kemudian Kota Balikpapan sebanyak 52 kasus, Kabupaten Paser dan Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) sebanyak 30 kasus, Kabupaten Timur 14 Kasus, dan Kabupaten Kutai Kartanegara dengan jumlah 13 kasus.

Sementara Kabupaten Berau dan Kabupaten Kutai Barat memiliki jumlah kasus kekerasan perempuan dan anak sebanyak 8 kasus, dan hanya Kabupaten Mahakam Ulu saja yang selama 3 tahun terakhir ini tidak memiliki kasus kekerasan.

Tak hanya Samarinda, kota dan kabupaten lainnya yang ada di Kaltim juga mengalami penurununan kasus kekerasan perempuan dan anak setiap tahunnya.

Kasi Perlindungan Perempuan DKP3A Kaltim, Fachmi Rozano mengaku jika ada dua sisi pandangan untuk melihat angka kasus yang menurun di beberapa kabupaten/kota tersebut.

"Sebenarnya cukup bingung, di tahun 2021 menurun dan turunnya jauh sekali. Kami memandangnya, apa karena banyak yang tidak melapor. Tapi ambil positifnya saja, semoga memang benar menurun. Tetap kita berharap untuk segera melapor jika ada kekerasan. Karena takutnya banyak yang tidak melapor," ucap Fachmi saat dihubungi awak media, Sabtu 11 Desember 2021.

Selain itu, Fachmi juga menjelaskan jika terjadinya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak ini biasanya dilandasi dengan rendahnya kesadaran masyarakat, dan juga tak jauh dari faktor ekonomi sehingga terjadinya kekerasan.

Sementara itu, DKP3A sendiri berperan untuk memberikan dorongan kepada pemerintah kabupaten/kota agar lebih kokoh dalam bersosialisasi kepada masyarakat atas bahayanya kekerasan ini.

Fachmi mengungkapkan, jika pihaknya akan turun kelapangan guna menginvestigasi sumber masalah atas tingginya kasus kekerasan pada perempuan dan anak dalam program di tahun 2022 mendatang.

"Nanti kita akan turun ke lapangan, menggali apa saja yang menjadi masalahnya. Itu yang akan kita lakukan nanti di tahun 2022," pungkasnya.

Penulis; Vicky


TOPIK BERITA TERKAIT: #dkp3a-kaltim #fachmi-rozano #kasus-kekerasan-perempuan-dan-anak #samarinda 

Berita Terkait

IKLAN