Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian. (Sumber: Facebook/Hetifah Sjaifudian)
Afiliasi.net – Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, menegaskan pendidikan inklusif bagi penyandang disabilitas merupakan wujud keadilan dan kemanusiaan, bukan belas kasihan. Pernyataan tersebut disampaikan dalam kegiatan Inovasi dalam Pendidikan Inklusif: Teknologi dan Metode untuk Mendukung Siswa Disabilitas di Samarinda, yang digelar bersama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
“Setiap anak berhak berkembang secara utuh. Inklusivitas bukan belas kasihan, tapi keadilan. Kita harus memastikan teknologi dan inovasi menjangkau semua kalangan, termasuk siswa disabilitas,” kata Hetifah, Selasa (12/7/2025).
Ia menegaskan Komisi X DPR RI akan terus mendorong regulasi dan kebijakan pendidikan yang ramah bagi kelompok rentan, khususnya penyandang disabilitas. Menurutnya, transformasi digital harus memberi manfaat merata, melalui inovasi seperti screen reader untuk tunanetra, speech-to-text untuk tunarungu, dan aplikasi komunikasi alternatif (AAC) bagi siswa non-verbal.
Hetifah juga menekankan bahwa inklusi berarti memberi ruang yang sama bagi anak disabilitas untuk terlibat aktif dalam proses belajar, bukan sekadar menjadi peserta pasif. Ia mengajak seluruh pemangku kepentingan membangun sistem pendidikan nasional yang benar-benar inklusif.
“Komisi X DPR RI berkomitmen menjadikan pendidikan inklusif sebagai perhatian khusus dalam pembangunan SDM nasional. Mari kita bergerak bersama, menjadikan Indonesia ramah untuk semua,” ujarnya.
Kegiatan tersebut turut melibatkan BRIDA Kaltim, BRIN, dan organisasi penyandang disabilitas. Kepala BRIDA Kaltim, Fitriansyah, mengungkapkan pihaknya telah melakukan penelitian terkait pendidikan inklusif dan ketenagakerjaan penyandang disabilitas.
Peneliti BRIN, Yeni Yulianti, menyoroti peran Guru Pembimbing Khusus (GPK) sebagai ujung tombak keberhasilan inklusi.
“Tanpa kesadaran dan kompetensi guru dalam menghadapi kebutuhan disabilitas, proses belajar tidak akan maksimal,” katanya.
Sementara itu, praktisi pendidikan anak berkebutuhan khusus, Farah Flamboyan, menilai teknologi tidak hanya berfungsi sebagai alat bantu, tetapi juga sarana pemberdayaan.
“Dengan media sosial dan aplikasi gambar digital, anak menjadi lebih percaya diri dan mandiri,” tutupnya. (*)
Penulis: Redaksi
TOPIK BERITA TERKAIT:
#hetifah-sjaifudian #pendidikan-inklusif #kaum-difabel #brin